Cerpen Oleh: Tengky Widjanarkoe


"Gak bisa!!!"
"Kita harus pindah"
"Titik."
"Tapi Mam, Ayah juga harus kerja, dan untuk bisa bekerja di situ gak mudah Mam"
"Mama gak mau tau, pokoknya sekali pindah tetap pindah."
"Mama jangan egois dong"
"Terserah apa kata Ayah, kalo Mama bilang pindah ya harus pindah"

Aku hanya bisa menangis dan mendengarkan perdebatan ke dua orang tuaku dari dalam kamar. Kupeluk erat guling sambil menangis, tak lama kemudian suara kedua orang tuaku tak terdengar lagi. Aku pun ikut dalam keheningan malam itu, terlintas pertanyaan di benakku, “apakah sudah berakhir?”. “tok…tok..tok…” aku dikagetkan suara pintu kamarku yang di ketuk dari luar. Aku segera bangkit dan membuka pintu, berdiri Ibuku di hadapanku,
ada apa Mam?”tanyaku,
besok pagi-pagi kita pergit ke rumah baru kita, segera persiapkan barang bawaan yang kamu buthkan”, ucap Ibuku dengan wajah dingin dan segera pergi menuju ke kamarnya.

Akhirnya setelah perdebatan sengit antara ke dua orang tuaku selesai, Mamaku lah yang memenangkannya. Dan kamipun sepakat untuk pindah rumah. Malam harinya kami segera mengemasi barang-barang kami. Akupun dengan berat hati harus meninggalkan kota kelahiranku, teman-teman dari kecilku, dan semua yang menjadi kenangan dalam hidupku di kota kelahiranku. Setelah mengemasi barang aku pun beranjak ke tempat tidur dan merebahkan badanku di tempat tidur untuk melepas lelah yang hinggap di tubuhku. Esok hari, pagi-pagi sekali kami sekeluarga di temani Pak Ujang berangkat menuju rumah baru kami, sebuah rumah yang terletak di desa yang jauh dari keramaian kota.

Sore hari tibalah aku di sutau desa terpencil di pinggiran kota. Aku pindah ke desa karena Mamaku dapat tugas dari kantornya, dan itu yang mengharuskan kami sekeluarga pindah. Semula Ayahku menolak pindah karena Ayah bekerja di kota, tapi akhirnya kalah juga dengan Mamaku. Ayahku seorang yang penurut terhadap istrinya, apa yang di kehendaki oleh Mamaku selalu diturutinya, tak pernah tidak, meski ia harus merelakan pekerjaan yang di sayanginya. Ayahku bekerja di perusahaan pembuatan Robot. Ayahku bekerja keras untuk bisa bekerja di tempat itu. Namun pada akhirnya Ia harus merelakan pekerjaannya demi sang Istri. Mamaku juga begitu, Ia seorang yang keras kepala, tak pernah mau mengalah dan kalah terhadap Ayahku, apa yang di inginkannya harus di turuti. Sore hari menjelang malam aku tiba di rumah baruku, setelah perjalanan seharian yang melelahkan. Pak Ujang segera menurunkan barang-barang dari bagasi mobil. Akupun segera turun dari mobil dan masuk ke rumah baruku, rumah yang akan ku tinggali selama Mamaku tugas.

Pagi-pagi aku terbangun setelah semalam aku tertidur dalam kelelahan. Mentari pagi beri salam lagi, kubuka jendela kamarku, kurasakan udara pagi yang segar masuk melalui ke dua lubang hidungku. Ternyata, tak seperti yang kubayangkan, tak pernah aku menghirup udara sesegar ini. Segera aku keluar kamar, kulihat ayahku duduk sendiri di meja makan, pandangannya kosong, menerawang jauh entah apa yang sedang di pikirkannya, tak menghiraukan aku yang ada persis di depannya, meskipun agak jauh. Tiba-tiba seperti mendapat pencerahan dari Tuhan, wajahnya berubah menjadi riang dengan senyum kecil menyungging di bibirnya yang tipis, dan segera ia masuk ke kamar pribadinya yang penuh dengan peralatan-peralatan yang tak ku ketahui apa fungsinya dan tidak ada seorang pun yang pernah masuk ke kamarnya.

***


Sudah beberapa hari Ayahku tidak keluar dari kamarnya. Dan ketika aku bertanya pada Ibuku,
Mam, Ayah sudah gak keluar dari dua hari yang lalu
Ibuku dengan santai menjawab
Alaaaah, paling-paling kalau Ayahmu sudah kelaparan akan keluar dengan sendirinya, sudah ah, Mama mau tidur dulu capek sekali badan Mama, selamat malam Anakku sayang
dan segerapergimeninggalkankuyang masih asyik melihat serial drama. Aku pun masih cemas dengan keadaan Ayahku, apa gerangan yang di kerjakan di dalam kamarnya. Malam semakin larut, jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, rasa kantuk mulai menyergapku, segera ku matikan televisi dan segera beranjak ke kamar.

Pagi datang lagi, Aku keluar untuk mandi dan rencana mau lari pagi sambil melihat pemandangan di sekitar rumahku. Ketika ku buka pintu, kulihat ayahku sudah duduk di meja makan dan dengan lahapnya makan nasi goreng, seperti orang yang tak pernah makan nasi selama satu bulan.
pagi anakku yang cantik
Ayah menyapaku. Kaget sekaligus senang, kaget karena tak pernah kulihat ayahku sesenang ini dan senang karena ayahku akhirnya sudah keluar dari kamarnya.
waaah, anak Ayah yang cantik ini tak punya kuping rupanya, di sapa kok diam aja”,
akupun hanya tersipu malu,
tumben Ayah sesenang ini?”,
lhoh kamu ini bagaimana, Ayah diam salah, Ayah senang juga salah” jawabnya dengan mulut masih mengunyah nasi goreng bikinan Pak Ujang. “ah, eh, enggak Yah, Andini cuma heran saja, gak seperti biasanya Ayah senang sekali seperti hari ini
sangkalku padanya,
sudahlah gak usah dipikirin, cepat cuci muka sana lalu sarapan bareng Ayah, sudah lama Ayah gak makan bareng sama kamu Nak, nasi goreng bikinan Ibumu enak lho, kamu gak pengen nyoba?” Tanya ayah padaku,
haaaah, Mama masak Yah?” tanyaku terkejut dengan rasa tidak percaya bahwa Mama telah memasak nasi goreng, padahal setauku Mama tidak pernah bisa masak, jangankan nasi goreng, goreng telur saja tidak bisa.
sekarang Mama mana Yah?
ada tuh di dapur lagi nyuci piring
"Apa!!! Mama nyuci piring?"
"apa hari ini Mama tidak bekerja?"
"Kenapa Mama berubah?"
Dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab yang membuatku tak percaya dengan perubahan sikap Mama.


Aku segera menuju dapur dan berniat mau menginterogasi Mama dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku bingung. Belum sempat aku bertanya
Pagi Andini, putri mama yang satu ini memang cantik sekali mirip Mamanya”, aku kaget dan berfikir apakah aku sedang mimpi, ku coba menampar pipiku sendiri dan
Aaaauuuww” terasa sakit, dan berarti aku tidak sedang mimpi. Mungkin aku sekarang ini sedang dalam tahap menjadi orang gila, bagaimana tidak, Mamaku yang super sibuk sekarang berubah menjadi ibu rumah tangga yang baik, Mamaku yang dulu suka berpakaian rapi memakai jas dan rok mini yang membuatnya terlihat feminim sekarang mau memakai celemek dan berkotor-kotoran dengan dapur, Mamaku berubah, beubah seratus persen, berubah seratus delapan puluh derajat. Aku bingung, Aku takut.

Aaaaaaarrrrggghhhh!!!” Aku segera berlari kedepan menuju ayahku,
kenapa Mama Yah?, apa yang terjadi pada Mama Yah?”.
Mamamu sedang belajar menjadi wanita yang baik, wanita yang patuh terhadap suaminya, wanita yang seharusnya berada di rumah mengerjakan pekerjaan rumah seperti wanita yang lainnya, sudah kamu gak usah bingung, gak perlu takut, Mama berubah kan juga untuk kita, untuk Ayah dan juga untuk Andini” segera sesudah ayah memberi penjelasan Mama datang mengantarkan kopi untuk Ayah sembari berkata
ini Yah kopinya, special untuk Ayah, oh iya, Andini mau dibuatkan the hangat?”, Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan dari Mamaku,
waaaah anak Ayah yang satu ini memang tak punya kuping, ditanya Mamanya kok diam saja”, Aku segera sadar
boleh Mam, tapi jangan manis ya?”, Mama segera pergi kedapur untuk membuatkan aku teh hangat seperti yang di tawarkannya.

***


Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi pada Mamaku akhir-akhir ini, aku hanya terdiam di depan layar komputerku, termenung, melamun seperti orang ling-lung.
tok..tok…tok…” suara pintu mengagetkanku, segera aku buka pintu kamarku, berdiri Ayah dan Mamaku berpakaian rapi,
Ayah dan Mama mau pergi jalan-jalan keliling desa, lagian sudah lama Ayah dan Mamamu tidak pernah berduaan, Andini mau ikut?”,
ehh, enggak deh Yah, Andini lagi sibuk Ayah berdua saja sama Mama, tar Andini ganggu kencan Ayah ma Mama lagi”,
Ya sudah Ayah dan Mama pergi dulu ya?kamu jaga rumah” “iya Yah, ati-ati di jalan”. Lalu keduanya pergi keluar entah kemana, Aku pun segera melanjutkan menulis cerpenku.

Asyik menulis cerpen membuatku lapar, perutku sudah tak bisa di ajak kompromi, ternyata Mama hari ini masak makanan kesukaanku, sayur kangkung super pedas, segera aku makan, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah pintu yang tak lain adalah pintu kamar ayahku, lama aku memandangnya secara tak sadar aku pun sudah dengan lancang masuk ke kamar Ayah. Kulihat peralatan-peralatan serba canggih, dan tak satupun aku mengerti tentang alat ini, kemudian pandanganku secara tak sengaja melihat sebuah kaset DVD, aku bingung, selama ini setauku Ayah orang yang tidak suka melihat film. Aku pun mengambilnya dan segera aku memutarnya di video player.
Aku kaget setengah mati, Aku terkejut bukan main, Aku takut setelah menonton film yang kutemukan di kamar ayahku, film yang menceritakan tentang seorang suami yang merubah istrinya menjadi robot karena tak tahan dengan sikap istrinya yang semena-mena dan merasa lebih dari suaminya, suami yang merasa tertindas oleh sikap istrinya yang telah berubah menjadi sosok wanita tangguh, wanita yang beranggapan bisa memiliki segalanya, wanita yang merasa lebih tinggi status sosialnya ketimbang laki-laki, wanita yang…
Aaaarrrrgghhh!!!”.

Aku takut, karena apa yang dialami Mamaku sama seperti sang Istri dalam film tersebut, sang Istri yang berubah seratus persen, berubah seratus delapan puluh derajat, persis dengan apa yang Mamaku alami. Perasaanku tak karuan, bermacam-macam pikiran menghantuiku, namun satu pertanyaan yang membuatku takut, takut sekali,
apakah Mamaku telah di ubah menjadi robot oleh Ayahku?