Oleh Tengky Widjanarkoe

Postfeminis lahir akibat kegagalan "Feminisme Gelombang Kedua". Postfeminis telah melahirkan sosok wanita tangguh, wanita yang merasa memiliki segala-galanya, wanita yang merasa lebih dari laki-laki.

Dari gambar di samping, bisa kita lihat sejarah awal mula munculnya postfeminis.

Pada jaman perbudakan kehidupan wanita benar-benar sangat tertindas. Wanita hanya boleh bekerja dirumah saja. Dan lebih parahnya lagi, wanita pada saat itu sering sekali mengalami kekerasan. Wanita benar-benar terkekang pada masa itu.

Tetapi pada awal abad ke-19, semakin banyak bermunculan kaum intelektual, dan ini tak lepas dari bermunculannya kaum intelek wanita. Dari situ wanita mulai sadar bahwa selama bertahun-tahun mereka hidup dalam belenggu dinasti. Banyak dari mereka mulai menuntut persamaan hak-hak antara laki-laki dan wanita. Salah satu tokoh perempuan intelek pada masa itu adalah Rosa Luxemburg. Rosa Luxemburg adalah salah satu wanita feminis radikal. Pendekatan feminime radikal misalnya masuk pada ekstrimitas untuk menolak laki-laki sama sekali karena dianggap sebagai sumber dari penindasan perempuan. Konsep lain yang diajukan adalah mendefinisikan relasi gender dengan opresi, dan bagaimana mencapai kesamaan hak-hak perempuan.

Kampanye-kampanye penyetaraan gender, status sosial, hak kerja, upah buruh yang layak bagi wanita, mulai terjadi di mana-mana (umumnya di negara-negara maju), banyak yang menentang kampanye-kampanye tersebut, khususnya para lelaki -lelaki berfikiran kolot- yang menganggap bahwa wanita memang seharusnya berada di rumah. Pergerakan Wanita, Serikat Buruh Perempuan, dll bersatu menentang segala apapun yang menindas wanita.

Gerakan ini didukung oleh wanita elit dan menengah atasan yang berpendidikan tinggi. Mereka menuntut keadilan sosial, kesaksamaan, hak kemanusiaan, hak wanita, liberalisasi kaum wanita, dan pelbagai pendekatan yang berpusat pada kepentingan dan pandangan yang memihak dan menyebelahi wanita. Dengan mengeksploitasi pelbagai isu yang bukan sahaja bersifat gender bias, kebanyakan pejuang gerakan feminisme terperangkap oleh isu asas yang masih dihadapi oleh masyarakat negara membangun.

Pergerakan Women’s Liberation di Amerika tahun 1960-an yang mewarnai pergerakan hak-hak sipil, anti perang Vietnam, dan pergerakan mahasiswa. Penyadaran akan hak-hak perempuan yang terus berlangsung di segala bidang memberi ruang pada penemuan kembali arti menjadi perempuan,identitas perempuan yang membawa pada solidaritas perempuan (sisterhood).


Namun pada sekitar abad ke-20 muncul sosok wanita yang lebih tangguh, wanita yang merasa memiliki segala-galanya, wanita yang merasa lebih dari laki-laki. Dan fenomena itu sering disebut "Postfeminisme".


Jika diamati lebih teliti, penyampaian feminisme sudah sering ditemukan walaupun melalui ketidaksengajaan. Misalnya Wanita postfeminis bisa kita lihat dalam film "Sex and the city", dalam film tersebut terdapat empat tokoh wanita yang bisa dikatakan postfeminis (maaf, saya lupa namanya). Dalam film indonesia pada film Naga bonar Jadi 2, Dalam salah satu dialognya, karakter Naga Bonar berucap: “Perempuan tetap perempuan; ingin ditinggikan sebenang.”

Ungkapan di atas dapat dimaknai sebagai wujud keinginan wanita yang ingin di hargai. Wanita yang tak ingin hanya tunduk kepada sistem yang selama ini mengikatnya. Wanita tak lagi diikat oleh ke-aku-an laki-laki. Wanita tak lagi tak boleh bergerak hanya karena perbedaan jender. Barangkali juga, itulah sikap yang mesti diambil oleh seorang laki-laki menghadapi Wanita. Wanita bukan lagi menjadi objek yang bisa diikat dipindahtangankan. Mereka adalah manusia yang punya rasa, cipta, karsa seperti juga dimiliki laki-laki.

Wanita merupakan aset yang amat bernilai dan tenaga penggerak kemajuan. Wanita merupakan benteng pertahanan moral dalam masyarakat yang berubah dan sering dilanda kegawatan dan kemelut sosial. Wanita menjadi sumber inspirasi dan kasih sayang serta pembinaan masyarakat penyayang.