Yogyakarta – Bermain dengan kamera handycam adalah sebuah kegemaran tersendiri bagi masyarakat akhir-akhir ini. Popularitas handycam mencuat didukung oleh kemunculan komunitas-komunitas independent (indie) pembuat film. Ada banyak komunitas film independent yang ada di Yogyakarta, seperti Kelompok Belajar Bikin Film (KBBF), Komunitas Film Dokumenter, Rumah Sinema, Etnorefrika dan masih banyak lagi. Bahkan Sampoerna pun juga mempunyai program Bikin Film itu Mudah untuk siswa-siswi SMP dan SMU, manualnya pembuatan film secara sederhana pun sudah dipublikasikan dalam bentuk VCD.
Ada bermacam-macam kamera yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hobi ini, dari yang manual sampai pada digital. Sudah banyak pula ditawarkan jenis-jenis kamera yang sekaligus bisa digunakan untuk merekam gambar bergerak, sebut saja namanya Handycam. Bentuknya semakin sederhana akan tetapi fungsinya jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kamera-kamera sebelumnya.
Dari sinilah awal mula munculnya komunitas-komunitas pembuat film independent itu bermunculan, sebut saja namanya indie community. Komunitas pembuat film ini tidak perlu mengikuti pakem-pakem perfilman yang ada, akan tetapi mereka selalu mencari bentuk yang berbeda dari film-film di pasaran. Film-film yang dihasilkan pun cukup unik dan hanya diminati kalangan tertentu saja. Di Jogja, ada sebuah komunitas film dokumenter yang setiap tahunnya selalu menyelenggarakan acara festival film dokumenter.
Tahun 2003 lalu adalah tahun kedua pembuatan festival film dokumenter (FFD) tersebut. ”Film kita masuk nominasi penghargaan khusus pada festival kemarin. Sebenarnya kita hanya pengen belajar handycam untuk ngisi libur lebaran, trus ada teman yang mengajak bikin film untuk diikutkan pada festival tahun lalu. Wah…seruuu banget!! Selain banyak pengalaman mengenal lebih dalam tentang abdi dalem, juga saya jadi tahu siapa sebenarnya mereka di Keraton Yogyakarta,’’ ucap Rima salah seorang peserta FFD yang membuat dokumentasi tentang abdi dalem bersama teman-temannya.
Dokumentasi sederhana bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, tanpa dibatasi dengan pakem-pakem tertentu. Michael Rabiger mengatakan bahwa proses dokumentasi itu tidak tergantung dari waktu yang sudah lewat ataupun baru-baru saja, akan tetapi juga bisa dokumentasi masa depan. Beberapa unsur-unsur dalam film dokumenter antara lain: memperhatikan tempat dan waktu, mengangkat tema-tema yang aktual, sebagai kritik sosial, menyampaikan realitas dan aktualitas, membuka pola pikir seseorang dan bisa juga berbentuk rangkaian cerita mendalam. Beberapa pandangan tersebut bisa dijadikan guide line untuk membuat dokumentasi sederhana.

Sulit Sederhana
Bikin film itu sederhana tetapi tidak mudah. Mengapa? Pertama, kita harus tahu apa tujuan kita membuat film itu sendiri. Meskipun membuat film dokumenter sekalipun, kita harus tahu tujuan membuat film dokumenter tersebut. Mengapa disebut dokumenter karena dokumenter identik dengan realitas kehidupan, segala sesuatu yang aktual dan tidak dibuat-buat. Akan tetapi tetap saja yang namanya film itu adalah gambar bikin-bikinan. Artinya kita bisa mengatur apa saja untuk mendapatkan gambar seperti yang kita inginkan.
Kedua, setiap film dokumenter harus disertai dengan riset mendalam tentang materi yang akan ditampilkan. Riset ini bisa dilakukan dengan wawancara, studi pustaka dan lainnya. Pokoknya bisa mengumpulkan data sebanyak dan selengkap mungkin tentang topik yang akan kita angkat. Sesuai dengan napasnya yang dokumenter tersebut, maka akan lebih menarik jika kita tidak terlalu membuat bikin-bikinan gambar. Dari riset itu kemudian dibuat naskah cerita yang dituangkan dalam story board (cerita bergambar). Dari sinilah dimulainya pengambilan gambar menggunakan handycam. Panjang pendeknya gambar yang diambil disesuaikan dengan story board yang telah dibuat. Teknik pengambilan gambar ini tidak perlu sempurna karena masih akan mengalami proses editing. Yang perlu diperhatikan pada teknik pengambilan gambar ini adalah objek yang kita ambil haruslah jelas terlihat dan usahakan meminimalisasi backsound gambar tersebut. Proses ini yang akan mengemas gambar yang telah kita ambil menjadi rangkaian cerita film. Dalam peng-editan film biasanya seorang editor sudah mahir dengan teknik-teknik penambahan effect yang digunakan untuk membuat film dokumenter agar sesuai dengan realitas kehidupan sebenarnya. Seorang editor haruslah mengabdi pada film yang dibuat dan bukan film yang mengabdi pada editor. Begitulah kira-kira proses pembuatan film dokumenter tersebut dilakukan.
Ketiga, membuat film dokumenter itu sederhana karena peralatan yang digunakan pun sederhana. Hanya dengan berbekal handycam pun kita bisa membuat film di mana saja dan kapan saja. Tidak perlu alat-alat yang canggih untuk membuat sebuah film. Biaya yang dikeluarkan pun juga murah, hanya dengan modal dua kaset handycam setiap orang sudah bisa membuat film. Satu kaset berdurasi 60 menit, jadi bisa dibayangkan berapa banyaknya gambar yang bisa diambil. Tidak ada salahnya Anda mencoba.
(Yustina Wahyuningsih, pehobi film indie, tinggal di Yogyakarta)